MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - TENTANG TUHAN
MAKALAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Dosen Pengampu :
KUSNIYAH, M.Ag
DISUSUN OLEH : KELOMPOK IV
HERMAN ZUHDI NIM : 1411313 – AN
M. ZULKIFLI NIM : 1411176 – AN
AHMAD RIZWAN K NIM : 1411179
– AN
LALU MULAWESI NIM : 1411319 – AN
MUH. SYAHRONI NIM : 1411235 – AN
MAULANA ADI Z. NIM : 1411138
– AN
SEKOLAH TINGGI ILMU
SOSIAL DAN ILMU POLITIK (STISOSPOL)
“WASKITA DHARMA” MALANG
Jalan
Hamid Rusdi III/161 Malang, Telp/fax. (0341) 32367, Site : www.waskita-dharma.ac.id
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Alhamdulillah
puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia
–NYA sehingga kami dapat menyelesaikan makalah pendidikan agama islam yang
berjudul “ KONSEP KETUHANAN DALAM
ISLAM” dengan baik.
Dalam
penyusunan makalah ini, dengan kerja keras dan dukungan dari berbagai pihak,
kami telah berusaha untuk dapat
memberikan yang terbaik dan sesuai dengan harapan, walaupun didalam
pembuatannya kami menghadapi kesulitan, karena keterbasan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
Oleh
karena itu pada kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Kusniyah selaku dosen pengampu Pendidikan Agama Islam . Dan juga kepada teman –
teman yang telah memberikan dukungan dan dorongan kepada kami.
Kami
menyadari bahwa dalam penulisan makalah
ini terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun
sangat kami butuhkan agar dapat menyempurnakannya di masa yang akan datang.
Semoga apa yang disajikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi teman – teman
dan pihak yang berkepentingan.
Waalaikum salam warahmatullahi
wabarakatuh.
Malang,
7 Nofember 2015
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................... ......... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................... 1
C. Tujuan................................................................................................................. 1
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan......................................................... 2
B. Siapakah Tuhan Itu............................................................................................. 4
C. Tuhan Menurut Agama
Wahyu........................................................................... 6
D. Filsafat Ketuhanan
Dalam Islam........................................................................ 8
E. Bukti Eksistensi Tuhan.............................................................................. 10
BAB 3 PENUTUP
1 Kesimpulan......................................................................................................... 10
2 Saran................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 12
Tim Penyusun
BAB 1
PANDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Pengetahuan
tentang Tuhan dan kesetiaan terhadap aturan-aturan-Nya merupakan dasar bagi
tiap agama, baik agama langit atau pun bumi .
Namun kesadaran manusia akan eksistensinya menggiring ia untuk melihat bahwa eksistensinya
dipengaruhi oleh tiga sifat; faktisitas, transendensi dan kebutuhan
untuk mengerti.Faktisitas berarti, bahwa eksistentsi selalu Nampak di
depan kesadaran manusia sebagai sesuatu yang sudah ada. Sedangkan yang dimaksud
dengan transendensi pada eksistensi manusia merupakan sifat
yang nampak secara langsung dalam kesadaran manusia bahwa ia manusia, bukan
hanya sekedar tubuh yang nampak dalam ruang dan waktu bersama “ada” yang lain,
namun manusia adalah makhluk yang dapat melampaui dirinya melebihi dari batas
ruang dan waktu dalam kesadarannya. Keberadaan kebutuhan untuk mengerti merupakan
modus yang paling jelas dari transendensi kesadaran manusia. Termasuk dalam
kesadaran ini adalah bahwa manusia selalu terdorong untuk selalu mempertanyakan
hakikat dirinya dan dunianya. Karena hal inilah kemudian menimbulkan suatu
pertanyaan mengenai dari mana ia dan dunianya berasal. Dalam filsafat
ketuhanan, pertanyaan ini akan bermuara pada wilayah mengenai eksistensi Tuhan.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
yang dimaksud dengan Konsep Ketuhanan dalam Islam ?
2. Bagaimana
Sejarah pemikiran Manusia tentang Islam ?
3. Siapakah
Tuhan itu ?
4. Bagaimana
Tuhan dan Agama wahyu ?
5. Apa
saja bukti Eksistensi Tuhan ?
C. TUJUAN
1. Untuk
memperjelas Konsep Ketuhanan dalam Islam
2. Lebih
memperdalam tentang Siapakah Tuhan itu
3. Untuk
mengetahui Tuhan dan agama wahyu
4. Untuk
lebih mengetahui bukti Eksistensi Tuhan
BAB
II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH
PEMIKIRAN MANUSIA TENTANG TUHAN
Pemikiran Barat
Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia
adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman
lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun
pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme,
yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana,
lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan
oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock
dan Javens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori
evolusionisme adalah sebagai berikut:
- Dinamisme
Menurut
paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan yang
berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut
ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang
berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada
pada benda disebut dengan nama yang berbeda-beda, seperti mana(Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti (India). Mana adalah
kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera dengan pancaindera. Oleh
karena itu dianggap sebagai sesuatu yang misterius. Meskipun nama tidak dapat
diindera, tetapi ia dapat dirasakan pengaruhnya.
- Animisme
Masyarakat
primitif pun mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap benda yang
dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai
sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh
dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak
senang apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar manusia
tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan
kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai dengan saran dukun adalah salah satu
usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.
- Politeisme
Kepercayaan
dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan, karena terlalu
banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain
kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai
dengan bidangnya. Ada dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada
yangmembidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain sebagainya.
- Henoteisme
Politeisme
tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh karena itu
dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai
kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih
definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan
Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain. Kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa
disebut dengan henoteisme (Tuhan Tingkat Nasional).
- Monoteisme
Kepercayaan
dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Dalam monoteisme hanya
mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk
monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga paham, yaitu:
deisme, panteisme, dan teisme.
Evolusionisme
dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max Muller dan EB.
Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya
monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa orang-orang yang
berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka
mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung dan sifat-sifat yang khas terhadap
Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang lain.
Dengan
lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan evolusionisme
menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa Barat mulai
menantang evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah
agama. Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi,
tetapi dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan
pada penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan
masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul
kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme dan monoteisme adalah berasal
dari ajaran wahyu Tuhan (Zaglul Yusuf, 1993:26-27).
B. SIAPAKAH TUHAN ITU
Perkataan ilah, yang
diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai untuk menyatakan berbagai obyek
yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam QS 45 (Al-Jatsiiyah):
23, yaitu:
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai Tuhannya….?”
Dalam QS 28 (Al-Qashash):38, perkataan ilah dipakai
oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri: “Dan Fir’aun berkata: Wahai
pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku.”
Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa
perkataan ilahbisa mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu
atau keinginan pribadi maupun benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi
dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran juga dipakai dalam
bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna:ilaahaini), dan banyak
(jama’: aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin. Untuk dapat
mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan
logika Al-Quran sebagai berikut:
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap
penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya
dikuasai oleh-Nya.
Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara
luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan
dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang
ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian. Ibnu Taimiyah memberikan
definisi al-ilah sebagai berikut:
Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati,
tunduk kepada-Nya, merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya,
kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan
bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari
padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta
kepadanya (M.Imaduddin, 1989:56)
Atas dasar definisi ini, Tuhan itu bisa berbentuk apa saja,
yang dipentingkan manusia. Yang pasti, manusia tidak mungkin ateis, tidak
mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika Al-Quran, setiap manusia pasti ada
sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang komunis pada
hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka ialah ideologi atau angan-angan
(utopia) mereka. Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “la ilaaha illa Allah”.
Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”,
kemudian baru diikuti dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa
seorang muslim harus membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu,
sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah.
Pengetahuan menurut
Al-kindi terbagi menjadi dua :
Pertama, pengetahuan illahi atau ilm ila’hiyy
seperti yang tercantum dalam al-qur’an, yaitu pengetahuan langsung yang
diperoleh nabi dari tuhan. Dasar pengetahuan itu adalah keyakinan.
Kedua, pengetahuan manusiawi atau ilm
insanyyataqu filsafat yang didasarkan atas pemikiran.
Bagi al-kindi, agrumen yang dibawa al-qur’anitu lebih
meyakinkan dari pada agrumen yang dikemukakan oleh filsafat, tetapi filsafat
dan al-qur’an tidaklah bertentangan kebenaran yang diberitakan wahyu tidaklah
bertentangan dengan kebenaran yang dibawa filsafat. Mempelajari filsafat dan
berfilsafat tidaklah dilarang, klarena teologi (ilmu kalam) adalah bagian dari
filsafat.umat islam pun menurut filsufini diwajibkan mempelajari filsafat
Filsafat baginya adalah
pengetahuan tentang yang benar atau baths an al-haqq (knowledge of thruth).
Dari sinilah kita bisa melihat persamaan atau filsafat dari agama. Tujuan agama
dan tujuan filsafat adalah sama yaitu menerangka apa yang benar dan apa yang
baik. Agama, disamping wahyu, juga menggunakan akal sebagai mana
filsafatmenggunakan akal. Adapun kebenaran peratama menurut al-kindi, ialah
tuhan (allah). Dialah the first truth. Dengan demikian filsafat membahas soal
tuhan, agama t tentang tuhan. Dialam ini terdapat benda benda yang di tangkap
oleh panca indera yang merupaka juz’iyyat yang tiada terhingga itu akan tetapi
yang terpenting adalah hakikat yang terdapat didalam juz’iyyat itu yaitu yang
disebut kulliyyat, atau universal, definisi. Tiap benda mempunyai dua hakikat.
PERTAMA, hakikat sebagai juz’iyy disebut an-niya. KEDUA, hakikat sebagai
kulliyah yang disebut ma’niyyah, yaitu hakikat yang bersifat universal dalam
bentuk genus dan spesies.
Tuhan dalam filsafat al-kindi
tiadalah mempunyai hakikat dalam arti an-niyah maupun ma-hiyyah. Tuhan bukanlah
benda dan tidak termaksuk benda yang ada dialam. Ia pencipta alam, ia tidak
tersusun dari materi dan bentuk (al hayyuli’ yang wa al-shurah). Tuhan juga
tidak mempunyai hakikat dalam bentuk ma’hiyyah, karena tuhan tidak merupakan
genus atau spesies. Tuhan hanya satu tidak ada yang serupa dengan-Nya,. Ia
adalah unik, ia adalah yang benar pertama dan yang maha benar. Ia hanyalah satu
dan semata mata Satu. Selain dia, semuanya mengandung arti banyak.
Sesuai dengan ajaran paham
islam, tuhan bagi al-kindi adalah pencipta dan bukan penggerak pertama seperti
pendapat aristoteles. Alam bagi al-kindi bukan kekal di zaman lampau, tetapi
mempunyai permulaan. Karena itu dalam hal ini ia lebih dekat dengan filsafat
plotenus yang mengatakan bahwa yang maha satu adalah sumber dari ala mini dan
sumber dari segala yang ad. Alam ini adalah emanasi atau pancaran dari yang
maha satu.
C. TUHAN MENURUT AGAMA
WAHYU
Pengkajian manusia tentang
Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan dan pengalaman serta pemikiran
manusia, tidak akan pernah benar. Sebab Tuhan merupakan sesuatu yang ghaib,
sehingga informasi tentang Tuhan yang hanya berasal dari manusia biarpun
dinyatakan sebagai hasil renungan maupun pemikiran rasional, tidak akan benar.
Informasi tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan antara lain tertera
dalam:
1.
QS 21 (Al-Anbiya): 92, “Sesungguhnya agama yang diturunkan
Allah adalah satu, yaitu agama Tauhid. Oleh karena itu seharusnya manusia
menganut satu agama, tetapi mereka telah berpecah belah. Mereka akan kembali
kepada Allah dan Allah akan menghakimi mereka.
Ayat tersebut di atas memberi petunjuk kepada manusia bahwa
sebenarnya tidak ada perbedaan konsep tentang ajaran ketuhanan sejak
zaman dahulu hingga sekarang. Melalui Rasul-rasul-Nya, Allah memperkenalkan
dirinya melalui ajaran-Nya, yang dibawa para Rasul, Adam sebagai Rasul pertama
dan Muhammad sebagai terakhir. Jika terjadi perbedaan-perbedaan ajaran tentang
ketuhanan di antara agama-agama adalah karena perbuatan manusia. Ajaran yang
tidak sama dengan konsep ajaran aslinya, merupakan manipulasi dan kebohongan
manusia yang teramat besar.
2.
QS 5 (Al-Maidah):72, “Al-Masih berkata: “Hai Bani Israil
sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan
(sesuatu dengan) Allah, maka pasti mengharamkan kepadanya syurga, dan tempat
mereka adalah neraka.
3.
QS 112 (Al-Ikhlas): 1-4, “Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha
Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada
beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan
Dia.”
Dari ungkapan ayat-ayat
tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah Allah. Kata Allah adalah nama isim
jumid atau personal name. Merupakan suatu pendapat yang keliru,
jika nama Allah diterjemahkan dengan kata “Tuhan”, karena dianggap
sebagai isim musytaq.
Tuhan yang haq dalam konsep
Al-Quran adalah Allah. Hal ini dinyatakan antara lain dalam surat Ali Imran
ayat 62, surat Shad 35 dan 65, surat Muhammad ayat 19. Dalam al-quran
diberitahukan pula bahwa ajaran tentang Tuhan yang diberikan kepada Nabi
sebelum Muhammad adalah Tuhan Allah juga. Perhatikan antara lain surat Hud ayat
84 dan surat al-Maidah ayat 72. Tuhan Allah adalah esa sebagaimana dinyatakan
dalam surat al-Ankabut ayat 46, Thaha ayat 98, dan Shad ayat 4.
Dengan mengemukakan
alasan-alasan tersebut di atas, maka menurut informasi al-Quran, sebutan yang
benar bagi Tuhan yang benar-benar Tuhan adalah sebutan “Allah”, dan kemahaesaan
Allah tidak melalui teori evolusi melainkan melalui wahyu yang datang dari
Allah. Hal ini berarti konsep tauhid telah ada sejak datangnya Rasul Adam di
muka bumi. Esa menurut al-Quran adalah esa yang sebenar-benarnya esa, yang
tidak berasal dari bagian-bagiandan tidak pula dapat dibagi menjadi
bagian-bagian.
Keesaan Allah adalah mutlak.
Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan yang lain. Sebagai umat
Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa Allah harus
menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan dan ucapannya.
Konsepsi kalimat La ilaaha
illa Allah yang bersumber dari al-quran memberi petunjuk bahwa manusia
mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan yang lain selain Allah dan hal itu
akan kelihatan dalam sikap dan praktik menjalani kehidupan.
D. FILSAFAT KETUHANAN
DALAM ISLAM
Filsafat adalah study
tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan
dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan
eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan
masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan
alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu
dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi filsafat, mutlak
diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.
Sedangkan Filsafat
Ketuhanan adalah pemikiran tentang Tuhan dengan pendekatan akal budi,
maka dipakai pendekatan yang disebut filosofis. Bagi orang yang menganut agama
tertentu (terutama agama Islam, Kristen, Yahudi), akan menambahkan pendekatan
wahyu di dalam usaha memikirkannya. Jadi Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran
para manusia dengan pendekatan akal budi tentang Tuhan. Usaha yang dilakukan manusia
ini bukanlah untuk menemukan Tuhan secara absolut atau mutlak, namun
mencari pertimbangan kemungkinan-kemungkinan bagi manusia untuk sampai pada
kebenaran tentang Tuhan.
Dalam
filsafat Islam, Tuhan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi Yang
Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu
Takdir, dan Hakim bagi semesta alam.
Islam menitik beratkan
konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa (tauhid). Dia ituwahid dan
Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa. Menurut al-Qur'an terdapat 99 Nama Allah (asma'ul
husnaartinya: "nama-nama yang paling baik") yang mengingatkan
setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama
tersebut mengacu pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Di
antara 99 nama Allah tersebut, yang paling terkenal dan paling sering digunakan
adalah "Maha Pengasih" (ar-rahman) dan "Maha
Penyayang" (ar-rahim)
Tuhan
dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan yang
personal: Menurut al-Qur’an, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat nadi
manusia. Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika mereka
berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang lurus,
“jalan yang di ridhoi-Nya.”
Islam mengajarkan
bahwa Tuhan dalam konsep Islam merupakan Tuhan sama yang disembah oleh kelompok
agama Abrahamik lainnya seperti Kristen dan Yahudi
Filsafat
ketuhanan dalam Islam digolongkan menjadi dua: konsep ketuhanan
yang berdasar al-Qur’an dan hadits secara harafiah dengan sedikit spekulasi
sehingga banyak pakar ulama bidang akidah yang menyepakatinya, dan konsep
ketuhanan yang bersifat spekulasi berdasarkan penafsiran mandalam yang bersifat
spekulatif, filosofis, bahkan mistis.
1.
Filsafat ketuhanan berdasarkan
Al-Qur’an dan Hadits
Menurut
para mufasir(ahli agama), melalui hadis al-Qur’an (Al-’Alaq [96]:1-5), Tuhan
menunjukkan dirinya sebagai pengajar manusia. Tuhan mengajarkan manusia
berbagai hal termasuk diantaranya konsep ketuhanan. Umat Muslim percaya
al-Qur’an adalah wahyu Allah, sehingga semua keterangan Allah dalam al-Qur’an
merupakan “penuturan Allah tentang diri-Nya”
Selain
itu menurut Al-Qur’an sendiri, pengakuan akan Tuhan telah ada dalam diri
manusia sejak manusia pertama kali diciptakan (Al-A’raf [7]:172).
Artinya
: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan
anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka
menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
"Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini
(keesaan Tuhan)" (Al-A’raf [7]:172).
Ketika
masih dalam bentuk roh, dan sebelum dilahirkan ke bumi, Allah menguji keimanan
manusia terhadap-Nya dan saat itu manusia mengiyakan Allah dan menjadi saksi.
Sehingga menurut ulama, pengakuan tersebut menjadikan bawaan alamiah bahwa
manusia memang sudah mengenal Tuhan. Seperti ketika manusia dalam kesulitan,
otomatis akan ingat keberadaan Tuhan. Al-Qur’an menegaskan ini dalam surah Az-Zumar [39]:8
artinya
: Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon
(pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan
memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia
berdoa (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia
mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari
jalan-Nya. Katakanlah: "Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu
sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka" surah Az-Zumar [39]:8.dan surah Luqman [31]:32.
Artinya : Dan apabila mereka
dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan,
lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Dan tidak ada yang
mengingkari ayat-ayat Kami selain orang-orang yang tidak setia lagi ingkar. (surah Luqman [31]:32).
2.
Filsafat Tuhan berdasar spekulasi
spekulasi
adalah membuat suatu keputusan dengan pengetahuan dan pengalaman yang kita
miliki dan keyakinan untuk mendapatkan yang diinginkan, dengan pemikiran yang
matang walaupun kadang hasil yang diterima tidak sesuai harapan.
Sebagian
ulama berbeda pendapat terkait konsep Tuhan. Namun begitu, perbedaan tersebut
belum sampai mengubah Al-Qur’an. Pendekatan yang bersifat spekulatif untuk
menjelaskan konsep Tuhan juga bermunculan mulai dari berfikir rasional
hingga agnostisisme (ada teorinya) dan
lainnya dan juga ada sebagian yang bertentangan dengan konsep tauhid sehingga
dianggap sesat oleh ulama terutama ulama syariat.
E. BUKTI EKSISTENSI TUHAN
1. Metode Pembuktian Ilmiah
Tantangan zaman modern
terhadap agama terletak dalam masalah metode pembuktian. Metode ini mengenal
hakikat melalui percobaan dan pengamatan, sedang akidah agama berhubungan
dengan alam di luar indera, yang tidak mungkin dilakukan percobaan (agama
didasarkan pada analogi dan induksi). Hal inilah yang menyebabkan menurut
metode ini agama batal, sebab agama tidak mempunyai landasan ilmiah.
Sebenarnya sebagian ilmu
modern juga batal, sebab juga tidak mempunyai landasan ilmiah. Metode baru
tidak mengingkari wujud sesuatu, walaupun belum diuji secara empiris. Di
samping itu metode ini juga tidak menolak analogi antara sesuatu yang tidak
terlihat dengan sesuatu yang telah diamati secara empiris. Hal ini disebut
dengan “analogi ilmiah” dan dianggap sama dengan percobaan empiris.
Suatu percobaan dipandang
sebagai kenyataan ilmiah, tidak hanya karena percobaan itu dapat diamati secara
langsung. Demikian pula suatu analogi tidak dapat dianggap salah, hanya karena
dia analogi. Kemungkinan benar dan salah dari keduanya berada pada tingkat yang
sama.
Percobaan dan pengamatan
bukanlah metode sains yang pasti, karena ilmu pengetahuan tidak terbatas pada
persoalan yang dapat diamati dengan hanya penelitian secara empiris saja. Teori
yang disimpulkan dari pengamatan merupakan hal-hal yang tidak punya jalan untuk
mengobservasi. Orang yang mempelajari ilmu pengetahuan modern berpendapat bahwa
kebanyakan pandangan pengetahuan modern, hanya merupakan interpretasi terhadap
pengamatan dan pandangan tersebut belum dicoba secara empiris. Oleh karena itu
banyak sarjana percaya padanya hakikat yang tidak dapat diindera secara
langsung. Sarjana mana pun tidak mampu melangkah lebih jauh tanpa berpegang
pada kata-kata seperti: “Gaya” (force), “Energy”, “alam” (nature),
dan “hukum alam”. Padahal tidak ada seorang sarjana pun yang mengenal apa itu:
“Gaya, energi, alam, dan hukum alam”. Sarjana tersebut tidak mampu memberikan
penjelasan terhadap kata-kata tersebut secara sempurna, sama seperti ahli
teologi yang tidak mampu memberikan penjelasan tentang sifat Tuhan. Keduanya
percaya sesuai dengan bidangnya pada sebab-sebab yang tidak diketahui.
Dengan demikian tidak berarti
bahwa agama adalah “iman kepada yang ghaib” dan ilmu pengetahuan adalah percaya
kepada “pengamatan ilmiah”. Sebab, baik agama maupun ilmu pengetahuan
kedua-duanya berlandaskan pada keimanan pada yang ghaib. Hanya saja ruang
lingkup agama yang sebenarnya adalah ruang lingkup “penentuan hakikat” terakhir
dan asli, sedang ruang lingkup ilmu pengetahuan terbatas pada pembahasan
ciri-ciri luar saja. Kalau ilmu pengtahuan memasuki bidang penentuan hakikat,
yang sebenarnya adalah bidang agama, berarti ilmu pengetahuan telah menempuh
jalan iman kepada yang ghaib. Oleh sebab itu harus ditempuh bidang lain.
Para sarjana masih menganggap
bahwa hipotesis yang menafsirkan pengamatan tidak kurang nilainya dari hakikat
yang diamati. Mereka tidak dapat mengatakan: Kenyataan yang diamati
adalah satu-satunya “ilmu” dan semua hal yang berada di luar kenyataan bukan
ilmu, sebab tidak dapat diamati. Sebenarnya apa yang disebut dengan iman kepada
yang ghaib oleh orang mukmin, adalah iman kepada hakikat yang tidak dapat
diamati. Hal ini tidak berarti satu kepercayaan buta, tetapi justru merupakan
interpretasi yang terbaik terhadap kenyataan yang tidak dapat diamati oleh para
sarjana.
2. Keberadaan Alam
Membuktikan Adanya Tuhan
Adanya alam serta
organisasinya yang menakjubkan dan rahasianya yang pelik, tidak boleh tidak
memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu kekuatan yang telah menciptakannya,
suatu “Akal” yang tidak ada batasnya. Setiap manusia normal percaya bahwa
dirinya “ada” dan percaya pula bahwa alam ini “ada”. Dengan dasar itu dan
dengan kepercayaan inilah dijalani setiap bentuk kegiatan ilmiah dan kehidupan.
Jika percaya tentang
eksistensi alam, maka secara logika harus percaya tentang adanya Pencipta Alam.
Pernyataan yang mengatakan: <<Percaya adanya makhluk, tetapi menolak
adanya Khaliq>> adalah suatu pernyataan yang tidak benar. Belum pernah
diketahui adanya sesuatu yang berasal dari tidak ada tanpa diciptakan. Segala
sesuatu bagaimanapun ukurannya, pasti ada penyebabnya. Oleh karena itu bagaimana
akan percaya bahwa alam semesta yang demikian luasnya, ada dengan sendirinya
tanpa pencipta?
3. Pembuktian Adanya Tuhan
dengan Pendekatan Fisika
Sampai abad ke-19 pendapat
yang mengatakan bahwa alam menciptakan dirinya sendiri (alam bersifat azali)
masih banyak pengikutnya. Tetapi setelah ditemukan “hukum kedua
termodinamika” (Second law of Thermodynamics), pernyataan ini
telah kehilangan landasan berpijak.
Hukum tersebut yang dikenal
dengan hukum keterbatasan energi atau teori pembatasan perubahan energi panas
membuktikan bahwa adanya alam tidak mungkin bersifat azali. Hukum tersebut
menerangkan bahwa energi panas selalu berpindah dari keadaan panas beralih
menjadi tidak panas. Sedang kebalikannya tidak mungkin, yakni energi panas
tidak mungkin berubah dari keadaan yang tidak panas menjadi panas. Perubahan
energi panas dikendalikan oleh keseimbangan antara “energi yang ada” dengan
“energi yang tidak ada”.
Bertitik tolak dari kenyataan
bahwa proses kerja kimia dan fisika di alam terus berlangsung, serta kehidupan
tetap berjalan. Hal itu membuktikan secara pasti bahwa alam bukan bersifat
azali. Seandainya alam ini azali, maka sejak dulu alam sudah kehilangan
energinya, sesuai dengan hukum tersebut dan tidak akan ada lagi kehidupan di
alam ini. Oleh karena itu pasti ada yang menciptakan alam yaitu Tuhan.
4. Pembuktian Adanya Tuhan
dengan Pendekatan Astronomi
Benda alam yang paling dekat
dengan bumi adalah bulan, yang jaraknya dari bumi sekitar 240.000 mil, yang
bergerak mengelilingi bumi dan menyelesaikan setiap edarannya selama dua puluh
sembilan hari sekali. Demikian pula bumi yang terletak 93.000.000.000 mil dari
matahari berputar pada porosnya dengan kecepatan seribu mil per jam dan
menempuh garis edarnya sepanjang 190.000.000 mil setiap setahun sekali. Di samping
bumi terdapat gugus sembilan planet tata surya, termasuk bumi, yang
mengelilingi matahari dengan kecepatan luar biasa.
Matahari tidak berhenti pada
suatu tempat tertentu, tetapi ia beredar bersama-sama dengan planet-planet dan
asteroid mengelilingi garis edarnya dengan kecepatan 600.000 mil per jam. Di
samping itu masih ada ribuan sistem selain “sistem tata surya” kita dan setiap
sistem mempunyai kumpulan atau galaxy sendiri-sendiri. Galaxy-galaxy tersebut
juga beredar pada garis edarnya. Galaxy dimana terletak sistem matahari kita,
beredar pada sumbunya dan menyelesaikan edarannya sekali dalam 200.000.000
tahun cahaya.
Logika manusia dengan
memperhatikan sistem yang luar biasa dan organisasi yang teliti, akan
berkesimpulan bahwa mustahil semuanya ini terjadi dengan sendirinya, bahkan
akan menyimpulkan bahwa di balik semuanya itu ada kekuatan maha besar yang
membuat dan mengendalikan sistem yang luar biasa tersebut, kekuatan maha besar
tersebut adalah Tuhan.
Metode pembuktian adanya
Tuhan melalui pemahaman dan penghayatan keserasian alam tersebut oleh Ibnu
Rusyd diberi istilah “dalil ikhtira”. Di samping itu Ibnu Rusyd juga
menggunakan metode lain yaitu “dalil inayah”. Dalil ‘inayah adalah metode
pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman dan penghayatan manfaat alam bagi
kehidupan manusia (Zakiah Daradjat, 1996:78-80).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengetahuan
tentang Tuhan dan kesetiaan terhadap aturan-aturan-Nya merupakan dasar bagi
tiap agama, baik agama langit atau pun bumi .
Namun kesadaran manusia akan eksistensinya menggiring ia untuk melihat bahwa
eksistensinya dipengaruhi oleh tiga sifat; faktisitas,
transendensi dan kebutuhan untuk mengerti
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. H. M Rasjidi, 1978, Filsafat
Agama, Cetakankeempat, Jakarta :BulanBintang
http://rezkyfausi.blogspot.co.id/2012/12/konsep-ketuhanan-dalam-islam.html
Pringgabaya, Konsep
Ketuhananhttp://pringgabaya.blogspot.com/2011/01/konsep-ketuhanan.html (diakses
pada 24 September 2011)
Komentar
Posting Komentar